Archive for the month “March, 2013”

Cercle Brugge: 2007/08 Home Jersey

Cercle Brugge 0E_bloggen.be

sumber: bloggen.be

Klub yang berdiri pada tahun yang sama dengan A.C. Milan ini bernama lengkap Cercle Brugge Koninklijke Sportvereniging. Pada musim 2013/14, genap sudah sepuluh tahun Cercle Brugge kembali ke divisi teratas kompetisi sepakbola Belgia: Jupiler League. Klub yang pada sejarah berdirinya difokuskan pada lima cabang olahraga: sepakbola, tenis, kriket, lari, dan bersepeda ini menyandang Matricule Number 12. Apakah matricule number? Singkatnya, ini adalah nomor unik yang dimiliki klub sepakbola di Belgia.

CB_01

FOOTICZS Collections

Sistem matricule number ini dimulai sejak tahun 1926. Dimana KBVB, Football Association-nya Belgia, mewajibkan setiap klub sepakbola lokal untuk mendaftar ke asosiasi nasional sebagai reaksi atas perkembangan yang sangat pesat saat itu di olahraga sepakbola yang ditandai dengan semakin banyak berdirinya klub-klub sepakbola lokal.

CB_02

FOOTICZS Collections

Klub yang pertama kali mendapat matricule number adalah Royal Antwerp F.C. Saat ini terdapat beberapa matricule number yang kosong dikarenakan klub telah bubar ataupun merger bersama klub lain dengan berbagai alasan, salah satunya masalah finansial. Terkait merger yang dilakukan, klub harus memilih salah satu matricule number agar tetap eksis, dan biasanya kedua klub akan bersepakat meilih matricule number klub yang bermain di kasta kompetisi yang terbaik diantara keduanya. Kondisi ini tentunya menguntungkan bagi klub yang tadinya bermain di divisi yang lebih rendah, namun merger mengakibatkan penghapusan atas semua gelar yang telah diperoleh kedua klub sebelumnya.

Cercle Brugge 0B_rsca.be

sumber: rsca.be

Merger pula yang turut mengubah nama sebuah klub yang pada awal biasanya menyandang unsur nama daerah asal klub sebagai identitas. Jadi, dapat dipastikan bahwa kedua klub adalah hasil merger ketika nama klub berunsurkan dua nama daerah. Namun bukan hanya merger yang dapat mengakibatkan perubahan nama. Sejak tahun 1968, klub yang telah berumur lebih dari lima puluh tahun dapat menambahkan kata Royal (atau Koninklijke) pada nama klub. Sebelum tahun 1958 hak eksklusif ini diberikan pada klub yang telah berumur dua puluh lima tahun. Kebijakan ini berubah diantara tahun 1958 dan 1968 dimana hanya klub yang telah eksis lebih dari tiga puluh lima tahun yang memperoleh hak ini.

CB_03

FOOTICZS Collections

Cercle Brugge yang berkandang di Stadion Jan Breydel ini belum pernah menjuarai liga dengan format nama yang sekarang: Jupiler Pro League. Namun memiliki tiga gelar liga kasta teratas sepakbola Belgia pada tahun 1911 saat kasta teratas bernama Division I, serta tahun 1927 dan 1930 saat bernama Division d’Honneur.

CB_08

FOOTICZS Collections

Sebagai juara liga Belgia di tahun 1930 membuat Cercle Brugge turut diundang pada gelaran Coupe des Nations 1930, katanya kejuaraan inilah cikal bakal dari UEFA Champions League. Minus Benfica yang menolak berpartisipasi dan Sheffield Wednesday sebagai jawara liga Inggris yang akhirnya tidak jadi diundang dikarenakan pada saat itu Inggris sedang menarik diri dari keanggotaan FIFA, kejuaraan akhirnya digelar dengan sepuluh peserta. Diantara sepuluh klub partisipan yang masih dapat dikenali hingga saat ini antara lain: Bologna, Go Ahead Eagles, dan Greuther Fürth.

CB_04

FOOTICZS Collections

Yang menjadi juara saat itu adalah Újpest Football Club dari Hungaria. Sedangkan Cercle Brugge harus tersingkir setelah mendapatkan kesempatan kedua ketika para klub yang kalah pada putaran pertama dipertemukan kembali. Keunggulan 4-2 Slavia Praha yang membuat Cercle Brugge harus bertemu dengan Servette sang tuan rumah yang bernasib sama di putaran pertama. Tak mau mendapatkan hasil sama seperti putaran pertama, Servette menggungguli Cercle Brugge 2-1 hingga melaju sampai meraih peringkat empat kejuaraan.

CB_09

FOOTICZS Collections

Disamping ketiga gelar tadi, dua gelar Piala Belgia juga menghiasi lemari piala Cercle Brugge. Gelar pertama diamankan pada tahun 1985, sedangkan yang kedua menyusul sebelas tahun kemudian. Mewakili Belgia di Piala Winners tahun 1986 adalah keikutsertaan Cercle Brugge di kompetisi antar klub Eropa yang kedua setelah tahun 1930. Pertandingan pertama yang mempertemukan Cercle dengan Dynamo Dresden di putaran pertama adalah pertandingan terakhir mereka di kompetisi kasta kedua Eropa saat itu. Kalah dalam jumlah gol tandang melengkapi hasil agregat 4-4. Berpartisipasi di Piala Winners musim 1996/97, nasib Cercle tak jauh beda dengan penampilan di kompetisi yang sama musim 1985/86. Tereliminasi di putaran pertama. Yang membedakan adalah agregat gol yang cukup mencolok kali ini: 3-6.

CB_11

FOOTICZS Collections

Kembali lagi ke lemari trofi yang berisikan Piala Belgia, Cercle hampir mengulangi hasil yang di dapat di tahun 1985. Setahun setelah memenangi Piala Belgia, Cercle kembali bermain di final. Kali ini terjadi derby di final Piala Belgia tahun 1986. Namun apa daya, dua gol penalti Jean-Pierre Papin (sebelum kembali ke Perancis bersama Marseille, Club Brugge adalah klub pertama Papin di luar Perancis setelah meninggalkan Valenciennes) melengkapi kemenangan 3-0 Club Brugge. Sepuluh tahun berlalu sejak saat itu, kedua klub bertemu kembali di final Piala Belgia. Dan… Cercle kembali harus mengakui keunggulan tim sekota. Club Brugge menang 2-1. Yang paling anyar, Cercle kembali melaju ke final Piala Belgia di tahun 2010. Menyerah 0-3 dari Gent membuat Cercle masuk tiga besar klub Belgia yang paling banyak meraih runner-up Piala Belgia di bawah Standard Liège dan Club Brugge.

Cercle Brugge 0D_rsca.be

sumber: rsca.be

Ada satu penghargaan khusus dari pendukung klub yang pernah diperkuat Eidur Gudjohnsen ini bagi para pemainnya. Namanya Pop Poll d’Echte. Penghargaan ini didasarkan pada polling yang dilakukan dua kali dalam satu musim: pertama pada saat pertandingan kandang terakhir sebelum winter break dan pada saat pertandingan kandang terakhir musim berjalan. Hanya dua kriteria untuk memenangkan award ini: performa yang apik di atas lapangan dan kecintaan pada klub. Jangan sepelekan salah satu kriteria tersebut. Tengoklah nasib Alex Querter yang dipilih fans sebagai pemenang di musim 1981/82. Dikarenakan saat itu sang pemain pindah ke klub rival sekota, beliau tidak pernah menerima penghargaan tersebut dikarenakan gagal di poin kecintaan pada klub. Morten Olsen tercatat tiga kali meraih penghargaan ini berturut-turut sejak tahun 1973.

CB_12

FOOTICZS Collections

Home jersey Cercle Brugge musim 2007/08 pada edisi jersey kali ini adalah keluaran MASITA. Musim yang cukup fenomenal dimana Cercle Crugge finish di peringkat empat Jupiler Pro League.  Kostum ini lumayan penuh oleh sponsor. Bagi pecinta klub-klub sepakbola Brasil atau Perancis, harusnya kostum ini menarik perhatian dari segi ke-rame-an. Tengok saja di bagian belakang mejeng VAILLANT di atas nama pemain. Dibawah nomor punggung, berbaris RENAULT DENOYEL dan VACANSOLEIL.

CB_05

FOOTICZS Collections

MASITA sendiri mejeng di tiga titik: dibawah kerah, lengan kanan dan kiri. Di lengan kanan terdapat patch BRUGGE WERELDERFGOEDSTAD dan di lengan kiri ada patch OUD BRUGGE. Keduanya sangat identik dengan kota Brugge, bila patch kanan diartikan secara harfiah berarti “Brugge Kota Warisan Dunia” dan Oud Brugge adalah keju yang sangat terkenal dari Belgia. Oh ya satu lagi, terasa belum cukup nampang di belakang dan depan kostum dalam ukuran besar, VACANSOLEIL dengan ukuran lebih kecil pun nampang di bagian depan kostum dekat kerah di tiga titik. (soe)

2014 Brasil FIFA World Cup Venues: Arena da Baixada

2014 Curitiba Poster_fifa.com

FIFA WC 2014 Curitiba Poster – sumber: fifa.com

Masih ingatkah Anda dengan Ricardo Zonta? Apa mungkin baru pertama kali ini mendengar namanya. Dia adalah pembalap Formula One di awal tahun 2000-an. Namun, bila Anda rajin melihat klasemen pembalap setelah balapan, dimana Michael Schumacher dan Mika Häkkinen yang pada masa itu sering bergantian menjadi juara, harusnya nama beliau pernah terbaca. Baiklah, mungkin salah beliau juga berlaga dengan tim yang kurang kompetitif pada waktu itu, dan juga hanya pembalap kedua dibelakang Jacques Villeneuve. Bagaimana dengan Alexsandro de Souza? Dia kan Pato. Salah. Pato itu Alexandre Rodrigues da Silva. Belum baca artikel sebelumnya ya? Alexsandro de Souza lebih dikenal dengan nama Alex. Hanya dua klub di luar tanah kelahiran yang pernah dibela: Parma dan Fenerbahçe. Di Fenerbahçe Alex meraih berbagai popularitas antara lain, Footballer of the Year di Turki sebanyak dua kali: 2005 dan 2010, dua kali top skor di Süper Lig di musim 2006/07 dan 2010/11, serta jangan lupa, enam assist-nya menjadikan ia assists leader di gelaran UEFA Champions League dimana Manchester United terakhir menjadi jawara di tanah Rusia. Bila dua nama di atas belum familiar di telinga Anda, kenalkah Anda dengan Adriano Correia Claro? Ya, betul. Kali ini Anda tidak terkecoh dengan nama depan yang sama, tapi yang doyan party. Adriano yang ini adalah bek Barcelona. Ia memiliki semua medali juara di kompetisi domestik Spanyol, dan hanya medali juara UEFA Europa League yang belum dimiliki di kompetisi antar klub Eropa. Ketiga olahragawan di atas adalah para pemuda kelahiran Curitiba, Brasil, dimana stadion Arena da Baixada berlokasi.

Curitiba adalah ibu kota dari Paraná. Perekonomian di kota yang dianggap sebagai lokasi terbaik bagi para investor di Brasil ini ditopang oleh sektor industri, perdagangan, dan jasa. Dimana Curitiba merupakan produsen mobil terbesar kedua di Brasil. Curitiba termasuk dalam sepuluh kota terpadat di Brasil. Hampir sama dengan Porto Alegre, Curitiba pun mengalami gelombang imigran pertama dari Eropa pada tahun 1850-an yang berasal dari Polandia, Italia, Ukraina, dan Jerman serta turut memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi dan budaya kota. Gelombang imigran kedua berasal dari Jepang, yang mulai menetap sejak tahun 1915. Salah seorang sangat terkenal yang berasal dari keturunan Jepang adalah Cássio Taniguchi, ia adalah walikota selama dua periode: 1997-2000 dan 2001-2004. Pada saat ini, hanya sejumlah kecil imigran dari Timur Tengah dan negara-negara Amerika Latin lainnya.

Kota tempat implementasi pertama sistem BRT (Bus Rapid Transit) yang mengilhami Transjakarta ini memiliki beberapa tim sepak bola. Diantaranya: Paraná Clube yang bermukim di Estádio Vila Capanema (di Piala Dunia 1950 dikenal dengan nama stadion Britto de Durival e Silva), Coritiba Foot Ball Club yang bermarkas di Estádio Mayor Antônio Couto Pereira, dan Clube Atlético Paranaense di Arena da Baixada. Penghuni Arena da Baixada adalah jawara Campeonato Brasileiro Série A tahun 2001, sedangkan Coritiba memperolehnya lebih awal yaitu pada tahun 1985. Saat ini keduanya bermain di kasta teratas kompetisi sepakbola Brasil, sedangkan Paraná Clube bermain di divisi kedua.

Arena da Baixada 03_skyscrapercity.com

Arena da Baixada – sumber: skyscrapercity.com

Clube Atlético Paranaense yang berdiri pada tahun 1924 ini adalah hasil merger dua klub lokal: Internacional Futebol Clube dan América Foot-Ball Club. Internacional Futebol Clube bermarkas di stadion Estádio Joaquim Américo Guimarães, cikal bakal Arena da Baixada. Peresmian Estádio Joaquim Américo Guimarães pada tahun 1914 dibuka dengan pertandingan tuan rumah melawan Flamengo yang terlalu amat sangat serius, dimana tuan rumah yang harusnya bersuka cita malah digilas 1-7. Sempat ditutup pada tahun 1970-an dan beroperasi beberapa tahun setelah dibuka kembali pada tahun 1984, stadion dirobohkan pada tahun 1997 guna persiapan pembangunan kembali stadion baru di lahan yang sama.

Arena da Baixada 01_skyscrapercity.com

Arena da Baixada – sumber: skyscrapercity.com

Kemenangan 2-1 Atlético Paranaense melawan Cerro Porteño dari Paraguay pada 24 Juni 1999 menandai diresmikannya stadion baru yang sejak saat itu dikenal dengan nama Arena da Baixada. Saat itu kapasitas stadion yang tergolong salah satu stadion modern di Brasil ini adalah 32.864 tempat duduk. Berbicara soal naming rights stadion, Arena da Baixada satu langkah didepan City of Manchester Stadium. Adalah Kyocera, perusahaan asal Jepang, yang membuat Arena da Baixada berubah nama menjadi Kyocera Arena pada tahun 2005. Namun kontrak dengan Kyocera tak selama yang dimiliki City of Manchester Stadium dengan Etihad, pada 2008 nama stadion kembali lagi seperti sebelumnya.

Arena da Baixada 02_skyscrapercity.com

Arena da Baixada – sumber: skyscrapercity.com

Setelah Britto de Durival e Silva membawa nama Curitiba menjadi salah satu host city di Piala Dunia 1950, pada kali kedua Brasil sebagai tuan rumah di Piala Dunia 2014 nanti Curitiba terpilih kembali namun kali ini dengan Arena da Baixada sebagai venue-nya. Setelah ditunjuk FIFA, berbagai renovasi kembali dilakukan di Arena da Baixada guna memenuhi standar FIFA. Semua fasilitas diperbaiki, lebih tepatnya direnovasi, termasuk penambahan jumlah kapasitas menjadi 41.456 tempat duduk.

Arena da Baixada 04_skyscrapercity.com

Arena da Baixada – sumber: skyscrapercity.com

Semoga stadion terisi penuh pada saat empat pertandingan grup digelar di Arena da Baixada sebagaimana Britto de Durival e Silva yang saat itu hanya kebagian jatah satu pertandingan saja, namun hanya menyisakan 400-an tempat duduk dari kapasitas 10.000 tempat duduk pada saat itu. Publik Brasil pun tentu sangat menginginkan prestasi yang serupa saat mereka menjadi tuan rumah pertama kali, namun kali ini bukan hanya sebagai finalis, tapi juara. Dan penonton pun berharap kejadian di tahun 1950 ketika India menarik diri dari kompetisi karena hanya mau bermain jika bertelanjang kaki tidak terjadi lagi. (soe)

Post Navigation

%d bloggers like this: